Generasi Z dan Ketergantungan terhadap Internet di Indonesia
Generasi Z tumbuh bersama internet. Lahir pada rentang akhir 1990-an hingga awal 2010-an, kelompok ini menjadikan dunia digital sebagai ruang utama untuk belajar, bersosialisasi, hingga beraktivitas ekonomi.
Baca juga : Internet Cepat untuk Semua: Mimpi atau Kenyataan di Indonesia
Di Indonesia, kehadiran generasi ini mendominasi ruang maya dengan tingkat adopsi teknologi yang sangat tinggi. Namun, di balik kecakapan digital mereka, muncul kekhawatiran akan ketergantungan yang berlebihan terhadap internet.
Internet Bukan Sekadar Alat, Tapi Gaya Hidup
Setiap hari, anggota Gen Z menghabiskan
rata-rata enam hingga delapan jam terhubung ke internet. Mereka menggunakan
media sosial untuk membangun identitas, menjadikan platform streaming sebagai
hiburan utama, dan memanfaatkan layanan digital untuk menyelesaikan berbagai
tugas.
Smartphone menjadi perangkat utama. Aplikasi seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan Twitter mendominasi waktu layar mereka. Bahkan, aktivitas seperti belajar, berdiskusi, hingga mengikuti pelatihan kini lebih sering terjadi secara daring dibandingkan tatap muka. Dengan intensitas penggunaan seperti itu, internet tak lagi menjadi alat bantu. Ia berubah menjadi ruang hidup yang membentuk pola pikir dan perilaku generasi muda.
Peran Internet dalam Pendidikan dan Karier
Pandemi COVID-19 mempercepat digitalisasi pendidikan. Seluruh pelajar dan mahasiswa Gen Z beradaptasi dengan pembelajaran jarak jauh. Mereka memanfaatkan platform seperti Google Classroom, Zoom, dan berbagai aplikasi edukasi untuk tetap belajar dari rumah. Saat pandemi mereda, kebiasaan itu tetap bertahan. Kini, Gen Z memilih kursus daring, bootcamp teknologi, atau pelatihan digital sebagai jalur utama pengembangan diri. Mereka juga menjelajahi peluang karier melalui internet dari mencari lowongan kerja, mengikuti seleksi daring, hingga membangun portofolio digital. Berbagai profesi baru pun muncul, seperti content creator, digital marketer, hingga gamer profesional. Internet menciptakan ruang ekonomi baru yang sebelumnya tidak tersedia bagi generasi sebelumnya.
Media Sosial: Ruang Ekspresi dan Tantangan Psikologis
Media sosial menawarkan panggung bagi Gen Z untuk mengekspresikan diri. Mereka membagikan ide, kreativitas, dan aspirasi kepada jutaan pengguna lainnya. Namun, keterpaparan yang berlebihan juga menimbulkan dampak psikologis. Laporan We Are Social 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 75% pengguna Gen Z di Indonesia merasa cemas jika tidak bisa mengakses internet dalam waktu lama. FOMO (fear of missing out), tekanan sosial, dan perbandingan gaya hidup menjadi pemicu stres yang kerap tak disadari. Gangguan tidur, konsentrasi menurun, dan kecanduan konten menjadi tantangan baru yang muncul akibat intensitas penggunaan internet yang terlalu tinggi.
Pola Konsumsi Digital Terbentuk Sejak Dini
Anak-anak Gen Z mengenal gawai sejak usia sangat muda. Mereka belajar mengoperasikan ponsel sebelum bisa membaca buku cetak. Pola konsumsi konten digital pun terbentuk sejak masa kanak-kanak. YouTube Kids, game online, dan aplikasi belajar menjadi bagian dari keseharian. Hal ini mempercepat adaptasi teknologi, tetapi juga menurunkan minat terhadap aktivitas fisik dan interaksi sosial langsung. Ketika dunia nyata terasa lambat dan tidak menstimulasi, dunia digital menawarkan sensasi yang lebih instan dan menyenangkan. Kondisi ini menuntut perhatian serius dari orang tua dan pendidik untuk menciptakan keseimbangan antara dunia daring dan dunia nyata.
Ketergantungan Berlebihan Butuh Intervensi
Meski Gen Z melek teknologi, mereka juga rentan terhadap kecanduan digital. Ketergantungan pada internet mengganggu produktivitas, menurunkan interaksi sosial langsung, bahkan menimbulkan gangguan mental. Pakar psikologi digital menyarankan pembatasan waktu layar sebagai langkah awal. Selain itu, aktivitas alternatif seperti olahraga, seni, atau kegiatan komunitas bisa menjadi penyeimbang yang efektif. Pemerintah dan lembaga pendidikan juga harus berperan. Program literasi digital harus mencakup edukasi mengenai kesehatan mental dan manajemen penggunaan teknologi. Pendekatan yang tepat akan membantu Gen Z menjadi pengguna internet yang bijak dan sehat secara emosional.
Teknologi Perlu Disikapi dengan Bijak
Perkembangan teknologi tidak bisa dihentikan.
Dalam lima tahun ke depan, kehadiran metaverse, AI generatif, dan realitas
virtual akan semakin menyatu dalam kehidupan Gen Z. Tanpa kemampuan adaptasi
yang seimbang, generasi ini bisa terjebak dalam dunia digital yang semu dan
melelahkan.
Solusinya bukan dengan melarang akses.
Sebaliknya, orang tua, guru, dan pemerintah perlu mengarahkan penggunaan internet ke arah produktif dan membangun. Misalnya, mendorong pembuatan konten edukatif, partisipasi dalam proyek digital kolaboratif, atau keterlibatan dalam gerakan sosial berbasis teknologi. Dengan strategi yang tepat, Gen Z bisa menjadikan internet sebagai alat pemberdayaan, bukan sebagai candu yang melemahkan.
Baca juga : Internet Cepat untuk Semua: Mimpi atau Kenyataan di Indonesia
Generasi Z mewakili masa depan digital Indonesia. Mereka punya potensi besar untuk membawa bangsa ini melesat dalam berbagai bidang. Namun, potensi itu harus dibarengi dengan kesadaran akan pentingnya kesehatan digital dan keseimbangan dalam penggunaan teknologi. Keluarga, sekolah, pemerintah, dan platform teknologi harus saling bersinergi. Tanpa dukungan nyata, Gen Z bisa terjebak dalam pusaran konten tanpa arah. Namun dengan pendampingan yang tepat, mereka akan menjadi generasi paling inovatif dan berdaya dalam sejarah digital Indonesia.